Hal ini terungkap dalam penelitian berjudul The Influence of Direct Mobile Phone Radiation on Sperm Quality yang dilakukan oleh Igor Gorpinchenko dkk pada 2014 lalu.
Para peneliti mengambil sampel sprema dari 32 pria sehat.
Lalu sampel tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu A dan B, dengan jumlah yang sama rata.
Baik sperma dari kelompok A dan B diinkubasi selama 5 jam di dalam termostat.
Namun bedanya, sperma kelompok B diberikan perlakuan tambahan, berupa adanya ponsel dalam keadaan standby atau menyala yang diletakkan di dekat termostat.
Hasilnya, kelompok B memiliki jumlah spermatozoa dengan gerakan progresif yang lebih sedikit, ketimbang kelompok A yang tidak diinkubasi dengan ponsel dalam keadaan standby.
"Jumlah spermatozoa gerakan non-progresif lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang dipengaruhi oleh radiasi ponsel. Fragmentasi DNA juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ini," tulis Gorpinchenko dkk.
Para peneliti berkesimpulan, ada korelasi antara paparan radiasi dari smartphone, terhadap tingkat DNA-fragmentasi dan penurunan motilitas sperma.
Motilitas sendiri adalah kemampuan sperma untuk bergerak secara efisien untuk membuahi sel telur dan menghasilkan kehamilan yang sukses.
Salah satunya diitandai dengan adanya spermatozoa gerakan progresif.
Bila banyak spermatozoa gerakan non-progresif ini meningkatkan risiko masalah kesuburan pada pria.
Meski demikian, menurut situs Medical News Today, sekitar 90 persen masalah kesuburan pada pria sebenarnya disebabkan oleh jumlah sperma yang sedikit.